Menyemai Asa Keadilan Maya
Seorang pria paruh baya, dengan raut wajah memelas pasrah menunggu antrian sidang yang tak kunjung tiba. Untuk usianya yang sudah kepala lima, waktu di rumah bersenda gurau bersama anak cucunya, semestinya jadi rutinitas hari-harinya, sayang seribu sayang kini Ia dihadapkan dengan kursi pesakitan, tempat Ia dituntut untuk memberi keterangan, sembari berharap keringanan hukuman.
Waktu berselang, tibalah giliran untuk memberi penjelasan secara gamblang. Ia sebelumnya didakwa terlibat pencurian buah sawit. Sebenarnya bukanlah perkara rumit, sebab alasannya tidak jauh dari perut juga duit. Namun entah bagaimana ihwal mula pencurian itu terbersit, yang jelas kini mau tidak mau Ia berhadapan dengan kenyataan sulit lagi pahit.
Singkat cerita, sehabis memberikan keterangan sebagai terdakwa, Majelis Hakim dengan ketukan palunya kemudian menunda sidang ke pekan berikutnya, dengan agenda mendengar tuntutan dari Penuntut Umum. Sidang lalu berganti dengan perkara berbeda, dengan Terdakwa lain yang telah hadir di layar Zoom Ruang Cakra.
Iya, Zoom.
Mungkin tak banyak yang tahu, kini proses peradilan telah banyak berubah, Pandemi Covid-19 pada 2020 lalu tanpa tedeng aling-aling memaksa persidangan berlangsung daring. Pagebluk Corona secara senyap namun mematikan mengancam siapa saja yang melawan, oleh karena itu proses persidangan yang pun selama ini dilangsungkan offline mencari alternatif lain. Tidak mudah di awal, namun disinilah keadilan jejaring maya bercikal bakal.
Sebelum pandemi, menghadirkan Terdakwa ke muka persidangan tertentu, melalui begitu banyak proses juga waktu. Pihak Kejaksaan Negeri perlu berkordinasi dengan Pihak Kepolisian maupun Rutan untuk menghadirkan dan memberikan keamanan kepada Terdakwa saat akan hadir di sidang pengadilan. Bayangkan bila ada begitu banyak perkara dan Terdakwa yang perlu dihadirkan, berapa banyak pihak yang dilibatkan, dan berapa banyak biaya dan waktu yang kita buang-buang?
Kalau boleh jujur, adanya Pandemi Covid-19 menyadarkan kita bahwa sebenarnya kita terlambat sadar dalam pemanfaatan teknologi informasi terbaru, dalam hal peningkatan efisiensi institusi meja hijau. Namun demikian, Mahkamah Agung sebagai induk lembaga peradilan tanah air sebenarnya telah mulai memanfaatkan teknologi dunia maya untuk peningkatan layanan itu, khususnya dalam perkara perdata, perdata agama, tata usaha militer dan tata usaha negara yang dilangsungkan secara e-litigasi atau elektronik.
Dasar hukum E-litigasi dalam perkara perdata, perdata agama, tata usaha militer dan tata usaha negara diatur awalnya melalui PERMA 3 Tahun 2018 tentang Administrasi Perkara di Pengadilan secara Elektronik yang kemudian diperbarui terakhir melalui PERMA 7 Tahun 2022 Tentang Perubahan Atas Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2019 Tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik.
Beleid ini berlaku untuk proses persidangan dengan acara penyampaian gugatan atau permohonan atau keberatan atau bantahan atau perlawanan atau intervensi beserta perubahannya, jawaban, replik, duplik, pembuktian, simpulan, pengucapan putusan atau penetapan hingga upaya hukum banding. Namun demikian, hingga datangnya Pandemi Covid-19 belum ada kerangka hukum yang jelas dan tegas bagaimana proses persidangan elektronik dalam perkara pidana.
Selain itu, Majelis Hakim wajib memastikan keaslian barang bukti yang diperlihatkan dalam persidangan elektronik adalah benar. Hal ini karena lazimnya dalam pembuktian, barang bukti ditunjukkan di depan persidangan. Oleh karena itu, sebelum menerima berkas perkara petugas dari PTSP Pengadilan wajib dengan teliti mengecek setiap keaslian barang bukti dan kesesuaiannya dengan yang dilampirkan dalam berkas perkara pidana yang diserahkan ke majelis hakim. Sehingga Majelis Hakim tidak lagi perlu mengecek keaslian barang bukti yang diajukan oleh Penuntut Umum.
Terakhir adalah ada anggapan bahwa proses persidangan elektronik menghilangkan kesakralan persidangan. Bayangkan saat jaringan internet bermasalah saat sidang pembuktian saksi, keterangan Saksi kerap sulit dipahami baik oleh Jaksa, Advokat maupun bagi Majelis Hakim. Oleh karena itu kedepan perlu adanya perhatian serius dan komitmen dari berbagai institusi peradilan untuk secara bersama-sama menghadirkan infrastruktur teknologi yang mumpuni dalam pelaksanaan persidangan elektronik, baik di lingkungan Pengadilan, Kejaksaan, Kepolisian, maupun Lembaga Pemasyarakatan.
Komentar
Posting Komentar